Jumat, 29 Oktober 2010

Ogah Safety


Hendrik, baru bangun pagi. Sambil melawan rasa kantuk yang terus menggelayuti kelopak matanya ia bangun dan bersiap-siap untuk pergi bekerja. Setelah berpakaian rapi, usai sarapan pagi dengan setangkup roti selai kacang ia pun bergegas mengeluarkan motor dari ruang tamu tempat ia biasa memarkir motornya. motor yang biasa berstandar miring itupun ia tegakkan dari sisi kiri dan dituntun mundur melewati pintu ruang tamu. Apa yang terjadi kemudian ? Karena lupa menaikan standar samping, dan juga tidak mengenakan sepatu, standar samping yang masih turun menghajar punggung kaki kiri ketika motor meluncur mundur tepat di lubang pintu. Luka pada punggung kaki itu harus dijahit, 5 jahitan.

Joko sudah naik motor selama 3 tahun belakangan ini. Tinggal di komplek perumahan sederhana di Bandung Selatan. Selama ini, anak kuliahan ini selalu pergi ke kampus naik motor dengan gaya berkendara motornya biasa-biasa saja. Hari itu hari libur dan yang ingin dilakukannya adalah hanya bermalas-malasan. Usai nonton tv seharian Joko merasa lapar dan terfikir untuk keluar komplek mencari jajanan. Jarak dari rumah hingga komplek pertokoan depan hanya beberapa ratus meter saja. Ia pun menuntun motornya keluar dari garasi dan menhidupkan motor. Dengan berpakaian seadanya Joko menaiki motor dan memeriksa kantong apakah ada uang cukup membeli semangkuk mie instan rebus. Sial, belum keluar dari komplek, Joko menabrak tukang sampah yang menyebrang tanpa menengok kiri dan kanan, sontak grobak sampah yang ukurannya lumayan besar itu terguling menumpahkan sebagian isinya. Sedikit lecet di siku dan memar di pelipis dirasakan oleh Joko, plus bau amis dan anyir dari sampah yang bertebaran di sekujur tubuhnya serta sedikit sumpah serapah tertahan oleh si tukang sampah.

Kejadian ini bukan hanya fantasi belaka, mereka benar-benar merasakannya.
Saya ingin mengajak pembaca untuk berfikir dan bercermin. Apa sih yang menyebabkan orang-orang itu, atau diri kita sendiri malas melindungi dirinya sendiri dari ancaman-ancaman atau resiko yang bisa terjadi kapan saja, dimana saja. Apakah mereka tidak tahu bahaya-bahaya-nya berkendara motor ? Atau tidak mau tahu ? Atau sebenarnya mereka tahu tapi mereka tidak perduli ?

 
logo THINK (gerakan road safety di Inggris)

Pernah kah anda meminta anak, teman atau saudara untuk mengenakan safety gear yang lengkap walaupun untuk perjalanan jarak dekat ?

“Ogah Pah !!”, “Malas ah, perjalanan dekat ini kok”, “Panas-panas gini elo suruh gue pake jaket ?”, “Repot ah kalau harus pake sepatu”, bahkan ada yang menjawab “Tenang bro, gue sudah bawa motor 15 tahun, gak kenapa-kenapa kok”.
Berbagai alasan dan pembenaran mereka katakan agar tidak perlu mengenakan safety gear yang memadai.

Jadi apa yang sebenarnya menjadi penyebab orang malas dan ogah safety ?
Underestimate, atau bisa diartikan menganggap enteng. “Cepat kok, paling lewat pinggir jalan juga cepat sampai.”, “Jalannya pelan saja kok, jadi gak bahaya”… Menganggap enteng resiko-resiko yang bisa saja muncul. Penyebab ini adalah penyebab yang paling banyak membuat orang-orang enggan memperhatikan keamanan berkendara.

Over Confidence, atau terlalu percaya diri atau menganggap keahlian diri terlalu tinggi. “Gue ? Jatoh ? Gak mungkin..”, “Saya sudah bawa motor sejak tahun 1995, jadi gak usah ngajarin saya cara bawa motor !!”… Biasanya mereka-mereka yang telah lama berkendara motor, atau biasanya dari kalangan pembalap atau mereka-mereka yang “merasa pembalap”. Karena terlalu tingginya keyakinan diri, mengakibatkan seseorang menjadi terbutakan dan tidak mampu lagi menilai resiko secara proporsional.

Confident Through Arrangement. percaya bahwa segala sesuatunya sudah aman. “Motor manteb neh, abis service, jadi gak bakal ada masalah”… Dari kondisi lingkungan ataupun kondisi kendaraannya. Berkendara di tengah malam adalah salah satu contoh, dimana kita yakin bahwa jalanan akan sangat sepi, hingga kecepatan ditambah. “Tahukah anda, bahwa bukan hanya anda yang merasa jalanan itu sepi ditengah malam ?”.

Permissive. Pederitaan ringan yang lantas dijadikan alasan untuk tidak mau memikirkan resiko. “Gile, panas-panas gini suruh pake helm ?”, “Repot amat, mau jalan harus pake ini, itu, siap-siap aja harus ber jam-jam”… Kadang rasa panas dan pengap mengenakan helm fullface, dan menggantinya dengan helm halfface. Rasa malas menjadikan orang menjadi “permissive” dan mengabaikan resiko-resiko yang bisa timbul.

False Resignation. Atau kepasrahan yang tidak pada tempatnya. “Yah, kalau sudah nasib mah kita cuma bisa terima saja”, “Hidup mati orang ditangan Tuhan, jadi gak usah mendahulu-Nya.” Memang benar kalau hidup dan mati seseorang sudah diatur oleh yang Maha Kuasa. Walaupun demikian, Dia pun memberi kesempatan bagi manusia untuk merubah nasibnya, agar nasib buruk tidak terjadi pada manusia atau justru mengurangi penderitaan yang bisa timbul.

Kalau kita perhatikan lagi, semua itu datang dari fikiran anda sendiri. Underestimate, Over Convidence, dan seterusnya adalah produk-produk fikiran anda sendiri. Maka, kalau anda sampai kecelakaan dan terluka, maka itu bukan sepenuhnya salah orang lain. Anda juga bisa-bisa berperan atas apa yang anda alami sendiri.

Nah, coba fikirkan lagi. Ketika anda ingin naik kemotor, selalu tanam dalam fikiran anda, bahwa perjalanan anda sangat berbahaya, jauh atau dekat. Bisa sejak anda mengeluarkan motor hingga anda tiba ditujuan dan turun dari motor. Resiko selalu mengintai dan siap menerkam anda disaat anda lengah dan buang jauh-jauh segala hal dalam fikiran anda yang bisa menjauhkan anda dari fikiran Safety. Sebelum anda menyesal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar